Beranda | Artikel
Hadits Arbain Ke 9 – Kerjakan Perintah Semampunya dan Jangan Banyak Bertanya
Senin, 9 September 2019

Bersama Pemateri :
Ustadz Anas Burhanuddin

Hadits Arbain Ke 9 – Kerjakan Perintah Semampunya dan Jangan Banyak Bertanya merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Anas Burhanuddin, M.A. dalam pembahasan Al-Arba’in An-Nawawiyah (الأربعون النووية) atau kitab Hadits Arbain Nawawi Karya Imam Nawawi rahimahullahu ta’ala. Kajian ini disampaikan pada 12 Dzul Hijjah 1440 H / 13 Agustus 2019 M.

Status Program Kajian Kitab Hadits Arbain Nawawi

Status program kajian Hadits Arbain Nawawi: AKTIF. Mari simak program kajian ilmiah ini di Radio Rodja 756AM dan Rodja TV setiap Selasa sore pekan ke-2 dan pekan ke-4, pukul 16:30 - 18:00 WIB.

Download juga kajian sebelumnya: Hadits Arbain Ke 8 – Mengajak Kepada Kalimat Syahadat

Ceramah Agama Islam Tentang Hadits Arbain Ke 9 – Kerjakan Perintah Semampunya dan Jangan Banyak Bertanya

Kita akan mempelajari bersama hadits Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu yang merupakan hadits ke 9 dari rangkaian Al-Arba’in An-Nawawiyah. Dalam hadits ini Abu Hurairah mengatakan:

سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوْهُ، وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ، فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِيْنَ مَنْ قَبْلَكُمْ كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ وَاخْتِلاَفُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ . رَوَاهُ البُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ

“Saya telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: apa-apa yang aku larang hendaknya kalian menjauhinya dan apa-apa yang aku perintahkan kepada kalian hendaknya kalian melakukannya semampu kalian. Karena sesungguhnya orang-orang sebelum kalian telah binasa karena banyaknya pertanyaan mereka dan perselisihan mereka kepada Nabi-Nabi mereka.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Sirah Singkat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu

Hadits ini adalah hadits riwayat Al-Bukhari dan Muslim dan diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu. Dan ini adalah hadits pertama Abu Hurairah dalam Arba’in An-Nawawiyah. Beliau adalah Abdurrahman bin Sakhr Ad-Dausi Radhiyallahu ‘Anhu yang merupakan salah satu sahabat mulia, sahabat penuntut ilmu. Dan saking giatnya beliau akhirnya beliau menjadi sahabat dengan riwayat hadits paling banyak.

Makanya kita sering mendengar di berbagai kajian tentang hadits, “dari Abu Hurairah, dari Abu Hurairah, dari Abu Hurairah”. Sering sekali nama beliau disebut karena memang beliau adalah sahabat dengan riwayat hadits paling banyak. Riwayat hadits beliau mencapai lebih dari 5.000 hadits.

Uniknya, beliau mengumpulkan semua hadits itu hanya dalam 4 tahun saja. Karena beliau baru masuk Islam pada tahun 7 Hijriyah. Yakni 4 tahun sebelum meninggalnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Namun karena kegigihan beliau akhirnya beliau bisa mengejar ketertinggalan bahkan bisa mengalahkan para sahabat senior dari sisi pengumpulan hadits dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan riwayat hadits dari beliau.

Sungguh pada kisah beliau ini ada pelajaran penting bagi kita bahwasanya kalau ada di antara kita yang agak terlambat dalam mencintai ilmu agama, baru tertarik belajar ilmu agama saat usia kita sudah tidak belia lagi, maka jangan pesimis, jangan putus asa, anda bisa menjadi seperti Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu. Dia terlambat tapi akhirnya bisa mengejar bahkan mengalahkan orang-orang yang sebelumnya. Itu kalau kita bersungguh-sungguh dan menggunakan metode yang benar dalam menuntut ilmu. Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu meninggal pada tahun ke-59 Hijriah. Ini adalah sedikit tentang sirah beliau.

Pembahasan Hadits Arbain Ke 9

Hadits ini firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا

Apa-apa yang Allah bawa kepada kalian maka ambilah dan apa-apa yang beliau larang maka jauhilah.” (QS. Al-Hasyr[59]: 7)

Hadits ini menafsirkan dengan beberapa tambahan. Karena di sini Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوْهُ

Beliau dahulukan larangan dahulu.. Apa apa yang aku larang, maka jauhilah. Dan apa-apa yang aku perintahkan maka lakukanlah semampu kalian. Beliau membedakan antara larangan dengan perintah. Untuk larangan, beliau memerintahkan kita untuk menjauhinya secara mutlak. Sedangkan untuk perintah, beliau memerintahkan kita untuk melakukan perintah tersebut semampu kita.

Kenapa demikian? Karena untuk menghindari larangan kita semuanya bisa. Sedangkan untuk menjalankan suatu perintah maka sebagian kita bisa dan sebagian tidak. Maka kita hanya dituntut untuk melakukan perintah tersebut semampu kita.

Dalam kehidupan sehari-hari kita kalau ada orang yang mengatakan, “Jangan masuk ke rumah ini.” Maka kita bisa dikatakan bahwasanya semua orang bisa menjauhi perintah itu. Sangat mudah sekali. Dengan diam saja/tidak masuk ke rumah itu, kita sudah menjauhi larangan tersebut.

Sebaliknya, kalau dikatakan kepada kita, “Angkatlah barang ini.” Maka kita tidak bisa menjalankan perintah tersebut kecuali dengan mengangkat barang itu, tidak bisa hanya diam saja. Kalau barang tersebut berat, belum tentu kita bisa melakukannya. Kalau barang tersebut banyak, belum tentu kita membawa semuanya.

Maka di sini Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam membedakan antara perintah dan larangan dimana dalam perintah kita diperintahkan untuk menjalankan semampu kita saja. Kalau kemudian kita hanya bisa membawa setengah barang yang diperintahkan untuk dibawa atau membawanya pelan-pelan, maka itulah yang harus kita lakukan. Semampu kita. Hal ini sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

فَاتَّقُوا اللَّـهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ

“Maka bertakwalah kalian kepada Allah dengan semampu kalian.” (QS. At-Taghabun[64]: 16)

Itu dalam kehidupan kita sehari-hari. Demikian juga dalam ajaran-ajaran agama Islam. Kalau kita dilarang untuk melakukan syirik, melakukan bid’ah, melakukan dosa-dosa dan maksiat seperti minum khamr, berzina, berjudi, kalau kita tidak melakukan apa-apa (diam saja), tidak melakukan perbuatan yang termasuk syirik, tidak melakukan perkara-perkara bid’ah, tidak berjudi, tidak minum khamr, tidak berzina, kita hanya duduk di masjid saja, kita berdo’a kepada Allah, melakukan ibadah sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam atau diam di rumah kita, maka kita sudah melakukan apa yang dituntut dari kita dalam menyikapi larangan tersebut. Diam pun kita sudah melakukan apa yang diminta dalam larangan tersebut. Yaitu untuk meninggalkan apa yang dilarang.

Sebaliknya, kalau kita diperintahkan untuk shalat, puasa atau zakat atau haji, maka belum tentu kita bisa melakukannya. Tidak semua kita bisa haji, tidak semua kita memiliki harta yang cukup untuk menunaikan zakat, tidak semua kita mampu untuk berpuasa.

Maka di sini kita diperintahkan untuk menjalankan perintah tersebut semampu kita. Kalau kita tidak bisa shalat dengan berdiri karena kondisi kita sedang sakit -misalnya- maka kita boleh untuk shalat dengan duduk, tidak bisa duduk bisa shalat dengan terlentang. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits yang lain.

Kalau kita tidak bisa berpuasa saat kita sedang safar, kita boleh berpuasa semampu kita. Bagaimana caranya? Yaitu dengan tidak berpuasa pada hari safar itu tapi menggantinya dihari yang lain.

Ketika kita diperintahkan untuk membayar zakat fitrah tapi kita tidak memiliki kadar yang cukup, kita tidak memiliki satu sha’, kita hanya memiliki setengah sha’ saja. Maka di sini berlaku:

فَاتَّقُوا اللَّـهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ

“Maka bertakwalah kalian kepada Allah dengan semampu kalian.” (QS. At-Taghabun[64]: 16)

Demikian juga haji. Kalau kita tidak punya kemampuan untuk haji maka kita tidak wajib untuk menjalankan perintah tersebut. Misalnya uang kita hanya bisa untuk haji kecil yaitu umrah. Maka silakan menjalankan umrah dahulu. Ini merupakan penerapan hadits Abu Hurairah ini dalam urusan agama kita.

Menyikapi Perintah dan Larangan

Seorang muslim harus tahu bagaimana menyikapi perintah dan bagaimana menyikapi larangan. Demikian juga satu bagian agama yang lain yaitu kabar-kabar berita. Adapun kalau yang disampaikan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah kabar-kabar berita, bukan  hukum-hukum. Seperti kisah Nabi Yusuf dan Nabi-Nabi yang lain, kejadian-kejadian yang terjadi di masa yang akan datang, turunnya Dajjal, turunnya Nabi Isa ‘Alaihis Salam tentang sirath atau jembatan yang dibentangkan di atas neraka jahanam, tentang timbangan amal kebaikan, tentang telaga Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang dinamai Al-Kautsar dan semacamnya, sikap kita untuk kabar-kabar tersebut adalah dengan mengimani. Begitulah cara kita mendapatkan pahala.

Jadi, kalau sifatnya larangan, kita meninggalkannya secara mutlak. Tidak ada alasan untuk tidak meninggalkannya. Kalau berupa perintah maka kita menjalankannya semampu kita. Kalau berupa kabar-kabar maka kita mempercayai dan mengimaninya.

Itu cara seorang muslim mendapatkan pahala dari hadits-hadits dan ayat-ayat Al-Qur’an. Karenanya para ulama menjelaskan bahwasanya konsekuensi Syahadat Muhammad Rasulullah, konsekuensi aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah hamba dan utusan Allah adalah 4 hal: (1) mentaati beliau dalam perintah beliau, meninggalkan apa yang beliau larang, (3) mempercayai beliau dalam apa yang beliau kabarkan, (4) dan kita tidak beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala kecuali dengan apa yang beliau syariatkan.

Al-Qur’an dan Hadits Saling Menafsirkan

Seorang muslim hendaknya menyibukkan diri dengan ayat-ayat Al-Qur’an, dengan hadits-hadits Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, memahaminya semampu dia dengan bantuan hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Karena hadits-hadits ini saling menafsirkan.

Kata para ulama bahwa riwayat-riwayat itu saling menafsirkan satu dengan yang lain. Kemudian dengan atsar dari sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Itu bisa membantu kita untuk menafsirkan Al-Qur’an sehingga kita tidak salah dalam menafsirkan Al-Qur’an.

Tadi kita menyebutkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا

Apa-apa yang Allah bawa kepada kalian maka ambilah dan apa-apa yang beliau larang maka jauhilah.” (QS. Al-Hasyr[59]: 7)

Ayat tersebut ditafsirkan oleh hadits yang sedang kita bahas ini. Maka hadits yang kita baca ini memperjelas apa yang dimaksudkan oleh Al-Qur’an. Terkadang penjelasan ini didapatkan dari ashar para sahabat atau perkataan para Tabi’in.

Misalnya firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللَّـهُ فَأُولَـٰئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ

Barangsiapa yang berhukum dengan hukum selain Allah maka mereka adalah orang-orang kafir.” (QS. Al-Maidah[5]: 44)

Ini kalau kita hanya membaca ayat Al-Qur’an begitu saja mungkin kita bisa salah memahami. Kita menganggap bahwa itu adalah kufur besar. Tapi kalau kita merujuk kepada penafsiran Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhu yang merupakan ahli tafsir Al-Qur’an, maka beliau mengatakan bahwasannya yang dimaksud adalah kufur dibawah kekufuran yang lain atau kufur kecil yang tidak sampai mengeluarkan pelakunya dari Islam. Ini penting untuk kita pelajari sehingga kita tidak memahami Al-Qur’an dengan berbagai keterbatasan yang kita miliki. Tapi hendaknya kita menafsirkannya dengan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan mengejar hadits-hadits yang shahih karena pada hadits-hadits yang shahih ada kecukupan sehingga kita tidak perlu pada hadits-hadits yang lemah. Juga pada atsar para sahabat, penjelasan para Tabi’in yang shahih. Alhamdulillah khazanah keilmuan Islam sangat luas.

Jangan Banyak Bertanya

Kalau kita menyibukkan diri dengan itu semuanya dan diiringi dengan semangat beramal, maka dengan cara itulah kita akan mencapai keselamatan. Kita akan selamat dari hal-hal yang tidak berguna atau bahkan selamat dari perkara-perkara yang membuat kita binasa seperti umat-umat terdahulu. Karena kalau kita menyibukkan diri dengan bertanya, semangatnya adalah untuk tidak mengamalkan perintah atau tidak menjauhi larangan dengan berbagai alasan, maka itulah yang dilakukan oleh umat terdahulu.

Hal ini disinggung oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam hadits ini:

فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِيْنَ مَنْ قَبْلَكُمْ كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ وَاخْتِلاَفُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ

Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian semangat mereka bukan beramal, semangat mereka bertanya sehingga mereka tidak mengamalkan apa yang diperintahkan dan tidak menjauhi apa yang dilarang. Mereka banyak bertanya dan banyak menyelisihi para Nabi mereka. Umat Islam tidak boleh meniru hal yang sama.

Seperti apa pertanyaan-pertanyaan dan penyelesaian yang dilakukan oleh umat-umat terdahulu ini? Simak pada menit ke-19:39

Download mp3 Ceramah Agama Islam Tentang Hadits Arbain Ke 9 – Kerjakan Perintah Semampunya dan Jangan Banyak Bertanya

Mari raih pahala dan kebaikan dengan membagikan tautan ceramah agama ini ke Jejaring Sosial yang Anda miliki seperti Facebook, Twitter, Google+ dan yang lainnya. Semoga Allah Ta’ala membalas kebaikan Anda.

Telegram: t.me/rodjaofficial
Facebook: facebook.com/radiorodja
Twitter: twitter.com/radiorodja
Instagram: instagram.com/radiorodja
Website: www.radiorodja.com

Dapatkan informasi dari Rodja TV, melalui :

Facebook: facebook.com/rodjatvofficial
Twitter: twitter.com/rodjatv
Instagram: instagram.com/rodjatv
Website: www.rodja.tv

Pencarian:


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/47666-hadits-arbain-ke-9-kerjakan-perintah-semampunya-dan-jangan-banyak-bertanya/